Kajian Jumat Siang - Menjaga Lisan (2) dari Menggunjing

KEBUMEN (20/3) Kajian menggunakan video conference menggunakan aplikasi Messenger (Foto:AW)
3. Menggunjing

Seorang muslim hendaknya menjaga lisannya dari ghibah (menggunjing, mengumpat atau menggosip orang lain). Kapan sebuah percakapan masuk kategori ghibah? Ketika kita membicarakan (bercerita) tentang seseorang (misalkan aibnya, masa lalunya, keburukannya, pekerjaannya, keluarganya, kelemahannya dll.) yang dapat menyebabkan orang tersebut marah atau sakit hati ketika mendengarnya meskipun itu aib tersebut benar-benar terjadi (alias bukan hanya dugaan). Kalau masih dugaan (belum terbukti kebenarannya) itu bisa masuk wilayah fitnah.

Ghibah atau menggunjing orang lain saat ini sangat memungkinkan tidak terbatas pada kondisi dua orang duduk bersama lalu berbincang-bincang. Namun, tantangan bagi kita di zaman ini sudah berbeda dengan adanya media sosial, channel YouTube dan grup chatting. Media tersebut akan membuka pintu menggunjing semakin lebar. Lisan kita mungkin tidak mengucap, tapi kita menuliskannya di grup chatting. Kita mungkin tidak berhadapan dengan seseorang, namun ungkapan kita tentang aib seseoang direkam dan diupload di media sosial atau di channel YouTube, sehingga banyak yang mendengarnya. Na'uzubillah.

Ketahuilah, bahwa orang yang menggunjing atau mengumpat orang lain ada ancaman dosa yang melebihi dari dosa zina. Satu kali dosa zina yang tanpa adanya taubat saja sudah bisa menghantarkan ke neraka, sedangkan ghibah bahaya nya berlipat, sungguh hanya orang yang berpikir cerdas dan mendapat hidayah yang bisa menjauhi bahaya ghibah dan bertaubat daripadanya.

Orang yang menggunjing atau mengumpat orang lain digambarkan oleh Allah bahwa orang tersebut sedang memakan daging mayat saudaranya sendiri. Masih ingat ada kejadian seseorang yang gemar "menyantap" jenazah yang sudah dikuburkan? apakah terhormat perilaku tersebut? Masyarakat menjauhinya dan menghinanya pula. Di hadapan Allah, kurang lebih begitulah gambarannya.

Kajian ditampilkan dalam ruangan dan memungkinkan interaksi (Foto:LHH)

Tak ada manusia yang bersih dari aib dan cela, termasuk kita. Lihatlah baik-baik diri kita secara jujur, bukankah kita ada cela baik yang nampak atau tidak? bukankah kita juga tidak luput dari berbuat maksiat kepada Allah ta'ala baik secara sembunyi maupun terang-terangan? Apakah dengan menggunjing atau membicarakan keburukan orang lain lantas diri kita menjadi suci?

Cobalah bayangkan orang yang digunjing itu adalah kita. Segala kelemahan, kehinaan, dan aib kita dibicarakan dimana-mana. Apakah hati kita tidak sakit ataupun marah?

Orang yang menutup aib seseorang, maka Allah ta'ala akan menutup aibnya. Sebaliknya, orang yang gemar menceritakan aib orang lain tanpa keinsafan, bersiap-siaplah dibuka aibnya di dunia dan di akhirat saat semua makhluk berkumpul.

Lantas bagaimana dengan curhat tentang permasalahan dengan teman atau tetangga?

Boleh tapi ada syaratnya, yang diajak bicara adalah orang yang punya kapasitas memberikan solusi dan bisa memegang amanah (rahasia). Orang yang dianggap mampu menjadi solusi tersebut tidak boleh menceritakan hal rahasia tersebut kepada siapapun, termasuk kepada pasangannya. Andaikan ada orang yang akan curhat kepada kita dan kita yakin tidak mampu menjadi solusi, segeralah minta izin untuk menolak curhatan tersebut.

Wallahu a'lam. Semoga manfaat.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama