Kajian Jumat Siang - Menjaga Lisan (1)


KEBUMEN (13/3) - Musholla Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Kebumen


Pada hari Jum'at  kali ini, setelah mengawali mukaddimah menjaga lisan, kita mulai membahas tentang potensi maksiat dari lisan. 

1. Bohong

Seorang muslim dianjurkan untuk menjaga lisan dari sengaja berbohong maupun berbohong untuk  bercanda. Ketika berbohong untuk bercanda menjadi kebiasaan, maka semakin mudah terbujuk berbohong dengan sengaja. Banyak dosa-dosa besar diawali dari berbohong.

Seseorang yang sudah dikenal sebagai pembohong, maka perkataannya tidak lagi memiliki kekuatan atau kepercayaan. Manusia pada umumnya akan memandang orang tersebut dengan hina dikarenakan hilangnya martabat atau kemuliaannya. 

Bila kita ingin mengetahui bagaimana hinanya diri kita ketika berbohong, maka cukup bayangkanlah ada orang lain (misal temanmu) berbohong kepadamu. Apa yang lumrah terjadi? kamu mulai membenci temanmu tersebut, melihatnya dengan jijik, dan memandangnya penuh hina. Begitulah dampak ketika orang berbohong. Hal tersebut juga bisa kita gunakan untuk mengevaluasi potensi aib-aib (maksiat) kita. Sangatlah wajar kita tidak mudah melihat seberapa hina perilaku diri kita sendiri, namun dengan menggunakan sudut pandang orang lain maka akan lebih mudah.

2. Tidak menepati janji

Janganlah kita berjanji atas sesuatu (misalkan memberikan barang atau memberikah harapan) kecuali kita yakin mampu menunaikannya. Lebih baik kalau mau berbuat baik kepada manusia tunjukkan secara langsung tanpa banyak berjanji. Namun, bila kita terpaksa berjanji maka jangan sampai menyalahinya atau tidak menepatinya kecuali karena ada kepayahan atau darurat. Sesungguhnya orang yang tidak menepati janji itu termasuk tanda-tanda orang munafik.

Ingatlah sabda Nabi yang menyebutkan tiga tanda-tanda orang munafik meskipun orang tersebut rajin puasa dan sholat. Pertama, ketika berkata atau bercerita dia dusta (berbohong). Kedua, ketika berjanji, dia tidak menepatinya. Ketiga, ketika diberi amanah dia menghianatinya.

Tambahan

Sebagai orang Islam,  sikap tidak menepati janji tanpa adanya kondisi darurat atau kepayahan dan sikap suka berbohong sangat bertentangan dengan rukun Iman. Bukankah kita percaya bahwa segala ucapan dan tindakan kita senantiasa diawasi oleh Allah ta'ala? Bukankah kita sudah mengaku percaya bahwa ada malaikat pencatat amal di dekat kita? 

Bagaimana bila masa lalu penuh dengan kebohongan dan suka mengobral janji tanpa menepatinya?  Bagaimana menurut  Anda menyuruh anak melakukan sesuatu dengan berbohong yang kita anggap sebagai kebaikan ?

ada pendapat? boleh kita bahas di komentar.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama